Saturday 10 September 2011

Kisah Tentang Kamu (1)


Ada satu keadaan dimana hatimu memaksamu untuk tidak bercerita. Bercerita mengenai penat ini. Mengenai masalah ini. Mengenai beban ini. Bukan karena suatu alasan mulia yaitu tidak ingin berbagi beban dengan orang lain. Bukan karena tidak ingin menjadikan orang lain sebagai tempat sampah. Bukan karena ingin menyembunyikan. Bukan karena itu…bukan. Tapi, karena hatimu memang ingin menyimpannya. Bukankah orang bilang, turutilah kata hatimu. Hanya saja, hati bukan tempat untuk menyimpan. Melainkan merasa. Semua beban yang beratnya tidak bisa diukur dengan satuan-satuan fisika itu, mencari tempat untuk bermukim. Otak. Pikiran. Tempat yang tepat. Strategis. Pikiranmu menumpuk. Sakit rasanya. Pusing. Bingung. Otakku mendesakmu untuk mengeluarkan buah-buah pikiran kiriman hati yang tak bertanggung jawab atas perintahnya. Namun, kamu tetap tidak bisa. Bertumpuklah. Penuh. Akhirnya, kamu menyibukkan diri, melupakan pikiran sendiri yang terus merengek. Kamu membaca. Berusaha menggantikan pikiran beban itu dengan dunia fantasi. Yeah, berhasil. Hanya saja, sementara. Kamu berusaha melewati setiap detik. Setiap menit. Setiap jam. Menuruti apa yang diperintahkan orang lain yang masuk ke telingamu. Mencoba melaksanakan apapun. Kesibukan apapun. Asalkan terlupakan. Namun, ia tidak akan pernah lari. Terus di dalam dirimu. Pikiranmu. Maka, pelarianmu atasnya hanya berlangsung sementara. Kamu mencoba mengalirinya, dengan lagu. Gagal. Karena itu membuatmu semakin terhanyut. Semakin terpikirkan. Tapi, lagu tetap saja kau nyalakan. Kau putar. Kamu sedikit lagi menjadi gila. Kamu ingat, besok akan ada ulangan, kamu semakin kesal, berarti kamu harus menghafal. Tiba-tiba, kamu duduk diam di depan komputer. Kamu pandangi komputermu yang berdebu itu. Tuts-tuts keyboard komputer yang tidak pernah kau sentuh lagi. Debu semakin alma semakin tebal sejak sebulan yang lalu kamu tidak pernah lagi menulis. Kamu ingat, dulu sekali, saat ada yang ingin kau keluarkan namun sebenarnya tidak bisa, kamu selalu bawel dengan kata-kata. Melukis beban itu dengan huruf. Mengukir masalah itu dengan rangkaian kata. Kamu merindukan itu semua. Kamu bersihkan debu-debu itu dan jari-jarimu dengan cepat menari-nari di atas tuts keyboard. Begitu lincah. Kamu merasakan kembali lagi hidupmu. Nyawamu. Jiwamu. Kamu merasakan bahwa beban itu  menjadi terasa begitu ringan. Ternyata hidupmu memang bernafas dengan kata…buku hanya suplemen, tapi menulis ialah roh…akhirnya kamu bisa mengeluarkan beban itu tanpa mengeluarkannya…rasanya sedikit lebih baik. Kamu memang penulis, teman…larilah bersama kata-kata…bersembunyilah di dalam rahim kata-kata. Karena kamu terlahir dengan kata-kata, teman…nah, kini jiwamu telah lebih baik, maka itu, tersenyumlah, jalani detik ini dengan menjadi jiwa yang lebih baik dari detik sebelumnya…tersenyumlah, biarkanlah berjalan dan mengalir seperti detik waktu mengalir tanpa memperdulikan apa yang terjadi sepanjang ia berjalan. Lalu ingat, bahwa kamu akan selalu kembali pada kata-kata…

0 Comments:

Post a Comment