Wednesday 3 July 2013

Menyatu Sunyi, Dikoyak Sepi

“Apa yang kamu sukai dari simfoni malam?” tanyaku pada seseorang yang duduk bersamaku di beranda rumahku. Purnama yang menggantung sudah mulai habis dimakan awan malam. Seseorang itu melirikku sejenak, menghisap batang tembakaunya yang sebentar lagi habis.

“Derik serangga. Suara tok-tok pedagang malam. Lolongan serigala. Deru mesin kendaraan di jalanan lenggang yang terdengar sayup. Atau bahkan suara sepi itu sendiri,” jawabnya. Kepulan asap tembakau mengepul di langit-langit. Aku tak tahu, kepul asap itu bagai membentuk wajah seseorang.
“Kau percaya sepi itu bersuara?” Seseorang itu tertawa, ia menyesap kopi panasnya.
“Sunyi dan hening. Itu suara sepi. Biar kulempar pertanyaan yang sama, apa yang kamu sukai dari simfoni malam?” ulangnya. Nada suaranya terdengar begitu pelan dan hampir berbisik. Sepi malam membuatnya jelas.
“Suara radio malam dari radio tua hitam milikku, terkadang jua suara mesin tik.” Jawabanku terasa konyol, tapi ia mengangguk. Percakapan itu terhenti sampai di sana. Kita membiarkan bisu merajai. Tak ada seorang pun dari kita yang ingin meretakkan sunyi dan memecah hening. Kita saling memejamkan mata, menyatu dengan sunyi sempurna yang hanya tercipta saat malam tiba. Malam yang pekat; larut malam; tengah malam.
“Kamu tahu? Terkadang, kutemukan hidup di tengah sunyi malam, yang tak ada di ramainya siang,” sahut seseorang itu, pelan dan begitu tenang. Suaranya terdengar lembut, satu irama dengan sunyi. Aku mengangguk dalam diam. Samar, kudengar suara isak tangis pilu Bumi pertiwi, jeritan seorang perempuan di sudut kota di gang terpencil, mesin mobil yang terburu-buru meninggalkan seseorang tergeletak di jalan sepi, terakhir hanya lolongan serigala dan derik serangga. Malam sengaja menghadirkan sunyi yang melelapkan untuk menyimpan liar ganas yang dimilikinya. Aku membuka mataku; peluh menetes dari pelipisku. Seseorang di beranda rumahku, yang duduk bercengkerama sunyi denganku, sudah tidak ada di tempatnya.
Kemana dia, batinku pelan.
“Aku sudah mati. Mati dikoyak sepi.” Suara seseorang itu berbisik dari kepulan asap tembakau yang masih bersisa di udara. Aku gemetar.
This entry was posted in

0 Comments:

Post a Comment