Thursday 19 June 2014

Tangerang Mural Graffiti United : Mengalahkan Kanvas Kosong

Siang itu 8 Mei 2013, ketika terik matahari singgah di langit Kota Tangerang, aku datang ke kantor kecamatan Karawaci untuk memenuhi janji menemui salah satu pelukis street art Tangerang Mural Graffiti United, Abdi. Di sebuah saung sederhana yang terletak di belakang bangunan kantor dan dikeliling tembok yang telah dilukis graffiti itu, wawancara sederhana tersebut berlangsung.
Menurut Abdi, Tangerang Mural Graffiti United adalah kelompok seni mural graffi
salah satu karya pelukis mural di kawasan Galeong yang kupotret
ti yang berlokasi di wilayah Kota Tangerang. Walau masih dalam lukis-melukis, ada yang membedakan antara mural dan graffiti, yaitu alat yang dipakai dalam proses melukis. Untuk mural, peralatan lukis menggunakan kuas dan cat air, sedangkan graffiti lebih kepada aerosol/pilox. Biasanya, Tangerang Mural Graffiti United yang sering disingkat TMGU ini fokus melukis karakter dan permainan jenis tulisan (font).
Satu hal yang menarik dari TMGU adalah sifatnya yang variatif dan fleksibel. Siapapun bisa menjadi bagian dari TMGU, tak ada syarat khusus yang mengikat. Tema lukisan pun tidak ditetapkan, semuanya dibebaskan pada pelukis itu sendiri atau tergantung moment. TMGU sendiri pernah mengangkat tema politik, salah satunya mendukung tagline KPK; Berani Jujur Hebat. Terkadang juga tema lingkungkan seperti mengkampanyekan menanam pohon dan penghijauan.
“Yang penting individu tersebut berani berkarya dan mampu mengekpresikan dirinya secara bebas. Untuk tema, yang pasti mampu mewakili motivasi dasar pembentuk TMGU itu sendiri yaitu peduli, berbagi dan kreatif,” ujar Abdi, siang itu ia terlihat sedang sibuk merapikan kaleng aerosol berbagai warna di tepian saung. Keunikkan lukisan-lukisan anak mural graffiti adalah mereka tidak memakai identitas asli, melainkan nama samaran seperti Justice, Playout, D’Lonz, MSA dan lainnya. Abdi sendiri memiliki nama samaran dalam berkarya yaitu Sadrax.
Melukis seni mural graffiti juga menghadapi beberapa kesulitan, tapi, anak-anak mural graffiti menganggap kesulitan sebagai tantangan dalam berkreativitas dan melatih keberanian berkarya. Kesulitan tersebut lebih sering pada masalah perizinan, sebab media lukis seni mural adalah tembok dan pagar jalanan. Untuk itu, pelukis mural graffiti biasanya meminta izin ketika melukis tembok perumahan, namun tidak untuk tembok atau pagar publik. Jika ditegur petugas atau masyarakat, mereka akan berdialog terlebih dahulu hingga diizinkan. Mereka tetap ingin melukis karena ada yang ingin mereka sampaikan dan bicarakan lewat lukisan. Abdi menambahkan bahwa anak seni mural tak terbatas berkarya lewat ruang publik, tapi juga pameran yang dinamakan Art Space. Sejenis pameran yang mengundang para pelukis seni mural untuk langsung melukis di tempat dan dipamerkan saat itu juga. Seni mural graffiti sendiri berkembang pesat khususnya di Kota Tangerang, sebab selalu ditemukan karya baru yang lebih kreatif ketika regenerasi. Lukisan mural graffiti TMGU bisa ditemui di tepian jalan kota Tangerang sekitar Mauk atau Galeong.
Aku pun tertarik bertanya satu hal, mengapa tidak melukis di kanvas seperti pelukis pada umumnya dan dijual di galeri lukisan.
“Mungkin melukis mural graffiti di ruang publik tidak membuat kami mendapat keuntungan komersil, tapi kami mendapatkan kepuasan. Karena inilah hobi kami, kami hanya ingin tetap berkarya dan bebas. Bagi kami, tembok dan pagar itu adalah kanvas. Dan, kami tak bisa membiarkan kanvas kosong. Kami akan mengalahkan kanvas kosong itu dengan kreativitas tinta warna,” tutur Abdi menutup wawancara siang penuh warna itu. (ver/ ft. ver)
*artikel ini telah dimuat di Tabloid Banten Muda edisi 15.
This entry was posted in

0 Comments:

Post a Comment