Monday 13 October 2014

Selasa dalam Tunggu-tunggu


“Memori akan bayangmu bersarang di tiap malam Selasa. Saat itu, sepetak hatiku siap bersengketa dengan diammu yang tak mengenal jeda.”

Sorot lampu kendaraan perak itu berkali-kali menyinggahi silaunya pada manik mataku. Seakan tak ingin membiarkan sudut mataku terjaga pada gerbang berkarat itu. Lampu terang dari kendaraan perak itu akhirnya menyerah; menyisa remang yang menyatu dengan senja yang baru saja jatuh. Gerombolan lelaki – kira-kira lima hingga enam orang - terlihat berjalan sembari bergurau, mereka melangkah dalam petak-petak canda ke mari, ke tempatku menunggui datangnya malam Selasa; yang jua berarti kunjunganmu.
Mereka mengingatkanku pada sebuah kafe dimana kamu berjalan bersama kawan-kawanmu, sambil menating separuh sukmaku yang tertinggal dalam renggangnya genggamanmu. Aku tertawa lirih. Banyak sekali ingat-ingat lainnya yang berbaris di ruang pikirku sekarang. Jumpalitan saling berebut meranumkan kilasan ingatan menjadi kenang. Kamu hanya tak tahu saja, bagaimana di pagi yang masih perawan itu, aku menanyakan namamu untuk pertama kalinya karena bisumu berhasil menelanjangiku. Setelahnya hanya ada mimpi yang diterungku oleh malam-malam penuh  raung akan namamu.
Aku kembali menekuri gurat jingga yang sudah menipis dirayapi hitam malam. Malam ingusan sebentar lagi bertandang, tapi kamu tak jua datang. Tiap ada kelebat bayang yang melintas, tubuhku seolah tersengat, mengira ada kamu yang tersembunyi. Walau aku tahu pandangan matamu tak pernah hinggap sejenak saja pada aku yang tengah duduk dirundung resah, aku tetap di sini menunggu. Walau aku sadar bisumu selalu terasa dingin menyentuh tengkuk leherku, aku tetap diam menunggu. Karena, aku ingin selalu menyaksikan bagaimana sepi bisa menjelma sebising itu. Kamu yang membuat setubuh bisu dan diam di tengah pilar-pilar ramai menjadi istimewa. Di titik itulah aku jatuh padamu. 
Ini malam Selasa tentangmu yang penuh tunggu. Aku menunggumu tanpa kamu tahu jika aku menunggu.  Ataukah kamu tahu aku menunggumu, maka kamu sengaja menghindari tunggu-tunggu yang menyekap aku?
Untukmu, Lelaki yang Dikurung Bisu. Bisa saja perempuan yang didekap rindu hari itu, sudah mati kemarin lalu. Dihabisi Selasa penuh waktu tunggu-tunggu.

0 Comments:

Post a Comment