Sunday 28 December 2014

Percakapan Dini Hari


Sudah kubilang padanya, jika ingin bertemu denganku; tak mungkin selepas subuh, bukan pula menjelang siang, tidak ketika senja merapat, juga tidak saat purnama bertengger. Kukira itu sudah membuatnya mengerti jika aku tak ingin menemuinya. Tapi, saat itu jam dinding menunjukkan pukul nol-nol lewat satu menit. Ia katakan, ini sebelum fajar menyapa, purnama juga sudah diselimuti awan malam, senja sudah mati dan siang tak akan berani mengetuk waktu. Itu pertengahan malam, dan tak ada bintang yang menemani, pun purnama yang terpatri. Yang ada hanyalah ia yang berdiri di ambang pintu rumahku dengan pucat wajahnya. 
“...aku ingin kita membaca kenangan. Temani aku menyusuri ruang-ruang perpisahan. Aku tak mungkin datang sendiri. Aku sudah mencari toko yang menjual organ tubuh, tapi mereka selalu menggeleng ketika kutanyakan adakah yang baru untuk hati yang terluka oleh masa lalu.”
Ia konyol, dan sampai di sini, aku yakin kau tahu apa maksudku.
“...tolong aku. Berhari-hari aku berbincang dengan bulan, berusaha menjadi anak kecil kembali, yang selalu tertawa dan tidak dicekik oleh masalah-masalah rasa. Aku ingin memutar waktu, tepat untuk menghentikan hati yang kala itu ingin menjelajah.”
Ia sinting, dan sampai di sini, aku yakin kau tahu apa maksudku.
“...dan, satu lagi, aku menemukan namamu di antara daftar nama yang disesaki rindu, terperangkap masa lampau dan tidak benar-benar hidup di masa sekarang. Kamu ditampar waktu silam dan dibayangi kabut hari esok. Kamu orang yang gaduh oleh sunyi dan ramai oleh sendiri. Kamu dikoyak kenangan berkali-kali, luka dan berusaha bangkit, namun tak ada yang peduli pada seseorang yang sudah mati dan lebam oleh sunyi.”
Sahutnya dengan seringainya yang menunjukkan mulutnya yang berdarah. Ia baru saja memakan hati seseorang.
“...tapi setidaknya aku masih punya sepotong hati, walau kecil, ia masih menunggu. Itu sudah cukup, biar aku hidup membiru,” bisikku, membuatnya terperanjat. Tak percaya aku masih menyimpan ranting angan yang utuh.
Ia gila, dan sampai di sini, aku yakin kau tahu apa maksudku.
This entry was posted in

0 Comments:

Post a Comment