Monday 7 March 2016

Naskah 'Bicara Cinta' Menemukan Jodohnya


Apakah kamu percaya kalau sesuatu yang kita ketahui masa lalunya dan harapan-harapan yang disemat di dalamnya, membuatnya lebih berarti dan mengusik rasa penasaranmu untuk menjelajahi (dan, kalau bisa, menelanjanginya) lebih liar? Jika iya, mungkin kamu akan tertarik dengan cerita singkat di balik pencarian jodoh ‘Bicara Cinta’ yang menemui tambatan hatinya di Penerbit BIP  Kelompok Gramedia.
Awalnya bermula dari sebuah poster online yang disebarkan fanpage Bhuana Ilmu Populer tentang penerbit BIP yang sedang mencari naskah self improvement, temanya beragam mulai dari remaja, cinta, persahabatan, keluarga, dan lain-lain. Aku segera terpikir, jika buku hanya memiliki kumpulan (murni) kutipan saja, mungkin kurang menarik. Lalu muncul ide di kepalaku mengemasnya dengan lebih berwarna, sedikit sentuhan sastrawi, dan menyelipkan cerita-cerita mini yang relevan di dalamnya. Aku teringat Alberta Angela – sahabat penaku, yang sering berkhayal dan menerjemahkan imaji-imajinya dalam gambar. Aku menghubunginya. Dan, tanpa tahu apa tantangan yang mungkin menunggu di depan, she said yes.
Aku sempat menelepon redaksi penerbit sebelum mengajukan naskah, karena ragu naskah yang konsepnya kolaborasi antara ilustrasi dan kutipan-kutipan akan diterima. Ssst, saking deg-deg-annya menelepon penerbit, panggilan telepon pertamaku salah sambung. Kala itu, aku menelepon lewat ponsel, di ruang baca di perpustakaan kampus. Ketika sudah tersambung, aku menceritakan rencanaku membuat naskah semacam ini, dan aku diminta untuk mengirimkan sample-nya segera. Setelahnya, terjadilah ‘kesibukan dan kehebohan’ sendiri antara aku dan Alberta Angela. Kita berdua memikirkan dan mempertimbangkan sembilan belas halaman awal sebagai sample, dan halaman dengan cerita kecil/kutipan serta ilustrasi seperti apa yang bisa menarik dan dilirik.
Lalu, akhirnya jadi, kurang dari tujuh hari untuk menyelesaikan sample naskah. Dikirim sekitar jam sepuluh malam. Kita menunggu hingga 10-14 hari lamanya, hingga kabar itu mampir di layar ponselku dalam bentuk nomor asing. Dari editor BIP. Aku menahan napas. Hal pertama yang kurasakan adalah aku berusaha menahan diri agar tidak berteriak sembari loncat-locat di atas kasur. Sample naskah diterima, dan aku diminta  ke kantor redaksi untuk membicarakannya lebih lanjut, seraya mengurusi kesepatakan dan penandatanganan MoU.
Sesampaiku di Gedung Kompas Gramedia, aku menerima sambutan sederhana yang menghangat – belum lagi editor-editornya yang tampak merentangkan tangan seakan bilang; ini adalah keluarga. Aku menyukai lingkungan dan atmosfer kebersamaan yang terasa ketika aku datang, bagai kembali ke rumah. Dan, ini adalah sekelumit foto-foto saat aku berkunjung ke BIP  membicarakan proyek naskah. Sekitar satu setengah jam lebih, kami berbincang banyak hal. 
Foto bersama kakak editor buku 'Bicara Cinta', Kak Saptono. Editor yang kocak nan ramah, yang tak hanya berperan mengawal naskah menjadi lebih apik-ciamik, beliau juga selalu jadi sahabat bagiku dan Alberta

Bareng tiga editor di kantor BIP; Kak Marina, Kak Sapto, dan Kak Leo. Aku disambut bagai bagian dari keluarga.

Kangen mereka
Ketika mereka bilang, this is the next big thing ...it feels like i love you.

Jadi, sesungguhnya ini semua melewati proses yang cukup panjang sebelum aku dan Alberta benar-benar mengheningkan diri untuk mengerjakan naskahnya. Sebelum akhirnya naik cetak dan siap didistribusikan ke seluruh cabang toko buku Gramedia di seluruh Indonesia. Sebelum akhirnya bisa sampai di pangkuanmu dan dibaca oleh para pembaca. Sebelum akhirnya bisa membuatmu setidaknya tersenyum kecil tiap membuka halamannya.
Terima kasih,
...untuk optimisme yang ditularkan, menjelma sahabat, dan saling menukar cerita. Kita paham, cinta selalu mendapat porsi yang lebih banyak, lebih besar, sebab sejatinya kita diisi olehnya.

0 Comments:

Post a Comment