Tuesday 5 August 2014

Mafela Salju


Kemarin malam, aku bermimpi. Tentang kita bertiga. Maukah kamu mendengarnya? Dulu, aku tak perlu bertanya apakah kamu siap mendengar cerita-ceritaku yang berwarna pelangi dan hujan. Lagipula, hari depan kita berdua memang tak lagi sama.

Di mimpiku itu, kita bertiga berada di tanah puncak yang dingin, kedua mata kita bertiga melawan gunung yang berkabut. Malam itu, udara dingin tak hanya berhembus memainkan anak-anak rambut saja, tapi juga memeluk hingga tulang. Gigil merayapi kita semua. Aku masih ingat – kamu memakai jaket overcoat berwarna hijau tua nan gelap, lengkap dengan syal putih. Dia; mengenakan kaus putih tipis yang dibungkus bersama sweater cokelatnya. Jangan tanyakan apa yang kukenakan saat itu, tidak penting. Kita sama-sama berjalan menlusuri kaki gunung. Dia melangkah di depan kita berdua, lalu kamu memerhatikan kedua tangannya mulai saling memeluk, menggesek-gesek pelan untuk mencipta kehangatan kecil. Dia mulai kedinginan.
Aku rasa itu kesempatan terbaik yang kamu punya untuk melepas jaket overcoatmu dan syal putihmu padanya. Aku mendorongmu menjauhiku dan mengikuti saranku. Kamu meragu. Tapi tetap melangkah maju. Di belakang punggungmu, aku menghentikan langkah. Cukup jauh darimu dan dia. Gigiku mulai gemeretak – menahan cengkeram dingin sedari tadi. Tapi aku terus tersenyum dan menggigiti bawah bibirku seolah-olah aku masih merasa hangat. Perlahan, ketika kamu siap menyampirkan jaketmu untuknya, aku melangkah mundur dan berlari menuju vila. Ketika aku tahu kamu tak lagi akan menengok padaku, aku mulai memeluk tubuhku sendiri. Rasanya begitu dingin – kemeja tidur dengan celana jeans hitam belel. Dan kamu menawarkan serangkul peluk untuknya. Gigil membunuhku sebelum aku sampai.
Aku terbangun dengan air mata yang jatuh satu persatu. Nafasku sesak, menekan dadaku hingga terluka. Aku sempat melihat bayangmu yang melirikku pergi – yang menjadi mayat terkubur di antara kabut. Tapi kamu tak mengejarku untuk memastikan apakah mungkin itu aku; yang mati karena gigil dingin ataukah terpilin-pilin rindu.

0 Comments:

Post a Comment