Dua tahun yang lalu, tepat pada bulan dan hari ini, jelang pukul satu
subuh, adalah malam kematianmu. Sampai saat ini, aku hampir tak pernah
membicarakannya secara gamblang kepada orang-orang. Kusimpan saja jadi kenangan
buruk di ruang terpojok di kepalaku, di dalam laci paling berdebu, berharap
kapan-kapan ia akan hilang atau tak sengaja terbuang - tapi justru
keganjilannya membuat keberadaannya terasa begitu nyata. Jadi, mari kita
membincangnya kepergianmu yang tiba-tiba itu.
sumber foto: 8tracks pinterest
Kamu ditemukan meninggal di kamar sebuah apartemen pinggir kota. Seperti
ini kesaksian teman-temanmu padaku: pukul sepuluh kamu masih tampak segar,
katanya kamu baru saja makan nasi goreng. Hampir menginjak jam sebelas, kamu
ada di ruang tengah menonton teve, kalau tidak salah komedi Tukul Arwana. Tawa
beratmu masih terdengar.
Lalu, menuju tengah malam. Waktu mendadak melambat. Kamu bangkit dan
pergi ke toilet, mengeluh sakit perut. Kamu memucat. Hanya satu permintaanmu
saat itu: tolong ambilkan air hangat. Temanmu kalut karena melihatmu muntah.
Cairannya berwarna, menyerupai pink muda.
Akhir cerita ini seperti yang kita tahu dari ceritaku di rumah duka.
Kamu dibawa ke rumah sakit, semua berjalan cepat. Dalam perjalanan itu, kamu
kehilangan nyawa. Tanpa aba-aba, tidak ada selamat tinggal apalagi sampai
jumpa. Kamu hilang begitu saja dari dunia, dari hidupku, dari apa-apa yang
tersisa.
Di rumah sakit, dokter bilang kamu henti jantung. Aku melihatmu ditempatkan di dekat pintu IGD: ditutupi kain putih, terbujur kaku. Aku menangis dan berteriak berharap sama seperti tokoh utama di film-film drama, bahwa ini mimpi buruk. Namun, aku melihat luka gores di betis kaki yang kamu dapatkan saat merenovasi halaman belakang rumah. Itu memang luka milikmu. Tubuh yang sudah mati dan tak lagi bangun itu, memang kamu.
Tidak salah lagi, kamu tak akan bangun lagi dan membiarkanku aku hanya menemuimu di dalam mimpi, imaji, dan kalau kata orang: kedalaman hati. Hanya saja, kuakui, sudah dua tahun aku masih egois. Tak cukup memilikimu hanya dalam hatiku, aku ingin kamu kembali ke rumah dan bilang ini hanya lelucon, bahwa Tuhan sesekali suka bercanda.
Harapan itu masih sering ada, walau tiap hari kian meredup, aku tetap
menjaganya. Membayangkan kamu mungkin hanya sedang bersembunyi di luar kota - kabur
dari kejaran mafia, atau kamu hanya pergi jauh ke kota asing untuk waktu lama -
tak apa asal pasti kembali akan kutunggu. Meski ibu bilang aku mengada-ada.
Meski orang-orang bilang aku gila. Tapi untukku yang sudah memelihara harapan
ini dua tahun, kupikir aku hanya rindu.
November 21, 2022.
Mengenang dua tahun papa pindah ke surga.
Ditulis sambil mendengarkan 'Weird Goodbye' by The National ft. Bon Iver
0 Comments:
Post a Comment