Aku
meraih pena yang tergeletak di meja kecil di dekat jendela yang basah karena
rintik hujan yang baru saja reda. Aku menyibakkan gorden jendela, menatap
keluar, menemukan sisa-sisa senja yang masih ada. Hujan tidak sedang
meninggalkan langit kelabu untuk sore hari ini. Aku tersenyum, lewat pena ini,
kugoreskan kenangan kecil kita berdua. Yang mungkin saja sempat hapus ditelan
waktu, sempat padam oleh jarak dan sempat hilang dihembus oleh kita sendiri. Bukankah
menulis itu merapikan kenangan? Dengan menulis, maka kita ada. Dan, kali ini,
senja pun ikut menulis.
Tulisan ini hanya rangkaian
kenangan, walau kecil, ia seperti senja. Walau ia hanya singgah sejenak untuk
menyapa Bumi lalu mengantarkannya pada gelapnya malam, ia tetap meninggalkan
seberkas rasa untuk diputar kembali, untuk dibuka lagi dan untuk dikenang
berkali-kali.
Mari kumulai kenangan kecil kita
berdua. Yang paling kuingat adalah saat kamu menyuruh seisi kelas termasuk aku
untuk menyiapkan buku folio sebagai buku tugas. Kita tidak menggunakan buku
tulis kecil biasa.
“Akan ada banyak yang ditulis.”
Ucapmu bersemangat dengan mata teduh itu. Saat itu, aku tersenyum, aku tahu,
kamu akan segera memperkenalkan aku dan kita semua pada dunia imaji lewat
rangkaian dan untaian kata yang dituangkan dengan tinta di atas lembaran
kertas. Dan, bukankah aku benar? Pada akhirnya, kamu menugaskanku untuk membaca
cerita dalam cetakan koran minggu, membedahnya, menelanjangi setiap unsurnya
dan meresapinya. Saat itu, aku tahu, aku sedang belajar banyak.
Itu hanya kepingan kecil. Ada lagi,
saat kita bersama dalam satu kelas, dimana kamu mengajariku mengekspresikan
diri dalam bentuk gerakan. Melatihku apa itu menguasai panggung, bermain dengan
penekanan kata di setiap bait sajak dan puisi yang akan dibacakan, sampai
akhirnya semua usai dengan sebuah kebanggaan. Semua berkat kamu. Aku kembali
belajar dan tersenyum.
Jangan berpikir, ini hanya berakhir
sampai di situ. Masih ada satu lagi, kali ini bagai perahu. Kamu mengantarku
sampai pelabuhan, melambaikan tangan dan melepasku untuk mendayungnya sendiri,
berusaha sendiri. Yaitu sebuah bulletin kecil yang kini tengah beredar, dari
usaha kecil-kecilan kita bersama. Yang membangunnya dari keringat nol. Kamu
yakin aku bisa. Aku pun demikian, aku yakin aku bisa karena keyakinan dari
dalam diriku pun sesungguhnya terbentuk dari dukungan dan motivasimu. Lalu,
sampai semuanya terajut menjadi kenangan.
Senja. Aku tidak pernah mengucapkan
selamat tinggal padanya setiap kali ia pergi dan digantikan oleh langit malam.
Seperti halnya kamu dan senja, aku tidak ingin mengucap selamat tinggal, karena
untuk apa selamat tinggal terucap sementara aku percaya suatu saat lagi kita
akan bertemu? Bertemu dan kamu kembali mengajariku banyak hal. Aku pun tidak
pernah menganggap langit malam yang indah berhiaskan kerlap-kerlip bintang itu
sebagai langit yang lebih mempesona dibanding langit keemasan senja. Karena,
senja itu tak tergantikan, seperti halnya kamu. Kamu takkan terganti sebagai
salah seorang yang berada di sampingku, menggenggam tanganku erat dan yakin
bahwa segalanya akan baik-baik saja.
Dan, lewat goresan pena sederhana
ini, kurapikan semua kenangan kita, merangkainya menjadi satu. Biarkan kenangan
kita tersimpan rapi dalam setiap goresan senja saat langit jingga itu datang…aku
mengingat dan mengenangmu dalam hangatnya senja.
Di
kala senja sehabis hujan,
Veronica
untuk Miss Ade Fitri.
0 Comments:
Post a Comment