Sunday 29 April 2012

Still...(7)


Last night. Aku menemukan sebuah judul lagu yang dinyanyikan seorang pernyanyi, judul yang cukup menarik, lalu, aku mencoba meresapi kata-kata yang dilantunkan penyanyi itu. Aku hanya mampu duduk terpaku di depan layar televisi. Biarkan Aku Jatuh Cinta. Lagu itu melukiskan, seseorang yang tetap mencintai tanpa memperdulikan apakah orang yang ia cintai akan memberikan hatinya padanya atau tidak. Bukankah, seharusnya setiap yang memiliki cinta juga seperti itu? Termasuk aku dan kamu. Aku mematung.
Many night ago. Temanku bercerita, ia takut akan hati yang telah ia pakai untuk mencintai seseorang yang tidak jelas. Jari-jariku hanya mampu terdiam didepan layar touch handphoneku. Tak mengerti harus menari di atas huruf yang mana untuk membalas pesan teks itu. Yang ada di benakku kala itu adalah, cintailah dia, ketika kamu merasa cinta itu jelas dan nyata, orang yang kamu cintai itu tidaklah mungkin tidak jelas, ia jelas, jelas dalam tiga hal, iya, tidak dan menunggu. Dan, dalam hatiku, aku tahu jawabannya, menunggu.
Every night. Sesungguhnya, aku tidak tenggelam dalam lelah ataupun menyerah dengan waktu. Hanya saja, aku tidak lagi mencintaimu, padahal, aku tidak mencoba untuk berhenti atau melupakan. Aku hanya diam dan masih menunggu. Tidak merasa lelah karena aku tidak berkejaran dengan waktu, tidak merasa kalah dengan waktu karena aku berjalan bersamanya. Aku hanya mencoba untuk tidak peduli dengan pertanyaan apakah kamu akan tetap menunggu untuk terus mencintaiku atau tidak.
Tonight. Memandang fotomu sejenak, yang tertawa berbahagia dan merangkul kelompok temanmu.  Lalu, terus-terusan aku menulis tentangmu tanpa lelah. Aku baru sadar, walau aku mencoba utnuk tidak peduli, walau terkadang aku merasa cinta ini hanyalah sebatas aku tahu kamu selalu meraih tanganku di antara kerumunan ramai, aku baru tahu, ketika kudapati kamu menuliskan yang lain selain aku, aku hanya mampu bertanya dalam hening yang begitu menyakitkan; “Can you feel me when I think ‘bout you?” . Tak ada jawaban. Yang ada hanyalah kegalauan diriku utnuk memutuskan mana yang benar; lagu itu, atau jawaban kamu?

Tuesday 10 April 2012

Still...(6)

Its late, but, I never forget.
Inilah aku, berdiri di bawah hujan, dengan earphone yang melantunkan lagu yang kamu beri dan menunggumu ‘tuk menjemputku. Jika kamu tak pernah datang, ada air hujan Bumi yang menyeka air mataku, namun, jika kamu datang, kamulah yang menyekaku dengan tanganmu. Dan, sesungguhnya, aku mengharapkannya, bukan aku menginginkannya, tapi, aku membutuhkannya. Cukup kamu datang dan berdiri, cukup di sampingku, segalanya pun akan baik-baik saja.
Its late, but, I will never forget.
    Inilah aku, yang memegang sekotak kado dan berdiri di balik tembok tak jauh darimu. Kamu dekat dengan jangkauanku, tapi, perkara jarak menjadi sebuah yang dipertanyakan dalam mencinta. Dan, sekotak kado di tanganku yang tak pernah berpindah ke tanganmu itulah yang menjadi bukti nyata seberapa jauh jarak di antara kita walau aku mampu menyentuhmu sekalipun.
Its maybe late, but, I never ever forget.
    Inilah aku, yang terduduk di malam yang telah retak, seretak apa yang kugunakan untuk merasakanmu. Aku yang sibuk mencari sisa-sisa alasan yang kuat agar mampu menuliskan sebuah surat dan menyelipkannya pada tasmu, sebuah surat yang begitu menyakitkan di akhir kelulusanmu, di sebuah hari dimana aku harus menerapkan prinsip dari sepotong cinta; to let it go, yaitu hari pelepasanmu dari sekolah.
    Surat dengan secarik kertas dimana di tengahnya bertuliskan;
Its late, but, I never forget...to feel you...

Thanks to Alaya, for the precious inspiration .

Still...(5)

Di sebuah malam yang menurunkan cahaya hitamnya yang berhasil menyeruak masuk melalui celah-celah terbuka di ruangan tempat kududuk dengan radio yang tengah memainkan lagu. Lantunan lagu tersebut bericara mengenai kita;
“Untuk apa aku menunggu jika kamu tak cinta lagi.”
Lalu, aku terhentak dan sadar. Aku tengah duduk ditemani gelap tanpa suatu alasan…ternyata…aku masih sedang menunggu. Menunggu sambil mengetikkan cerita tentang apa yang bernama kamu. Di satu malam yang tak pernah lagi kutunggu kehadiran rembulannya, karena aku tahu, malam sudah kamu retakkan dan celah retakan itu telah menghisap habis potongan rembulan yang tersisa bagiku ‘tuk mengenangmu. Lagipula, aku pun tak lagi begitu mengharapkannya, karena rembulan tanpa bayangmu adalah kabut. Seperti kamu tanpa adanya cinta, ‘tuk apa harus kutunggu…seharusnya begitu. Tapi, sayangnya, hati yang tengah mengandung cerita ini tak pernah mau retak walau kamu sudah pernah mencobanya.
Karena itulah aku masih menunggu. Karena pernah kudapati diriku tersenyum tanpa alasan, duduk termenung menikmati lintasan bayangan dan meniti jalan dalam mimpi untuk menemukan satu jalan yang sama. Semuanya karena aku masih…masih kepadamu, untuk segala hal.
Still feelin’ you. Still missin’ you. I wonder, I ever cross your mind, but, for me, it’s a thousand times. Your good nite surprise message realize me that I also still waitin’ for your message text to vibrate my phone.