Saturday 3 December 2011

Episode Menunggu


Ini bukan perkara apakah daku akan melipat jarak atau tidak untuk mempertemukan dua rembulan yang sambil merindu. Bukan juga perdebatan akan ketidakpastian waktu menelurkan jawaban pernyataan kasih yang sudah terlanjur terucap. Bukan juga persidangan yang berpeluh dan mencekik antar kebenaran dan kesalahan yang berpenentuan. Namun, ini hanyalah bagian paling sederhana dari mungkin kepingan bahkan bukan potongan dari hidup daku, Tuan.Mungkin bibir ini berani berucap dan menuturkan akan kesederhanaan, namun, Tuan, ketahuilah, bahwa bibir ialah pembohong nomor satu, ia bersua berkebalikan dengan apa yang ingin daku teriakkan. Kerumitan. Ini persoalan waktu. Daku telah terikat janji yang terikrar empat tahun yang lalu untuk tidak mencintai. Karena daku sudah tiga tahun lebih ditempatkan pada posisi yang tidak dicintai. Namun, pada tahun ini, daku mempertanyakan janji yang mulai tergoyahkan. 
Bahwa akhirnya daku menemukan seseorang yang melihat daku di antara kerumunan. Daku menangkap seseorang yang mengambil rembulan ditengah taburan bintang yang menggoda. Daku menerima dan merasakan bagaimana rasanya butiran-butiran gula. Daku memintanya untuk menunggu. Menunggu dua tahun ke depan hingga ikatan tali yang terasa mencekik apa yang seharusnya terjadi dapat terlepas dan daku bisa mengait lengannya. Tapi, penungguan bukanlah perkara mudah. Untuk waktu yang lama. Daku tahu itu, maka itu, daku izinkan ia untuk mencari yang lain selama rentang waktu itu. Walau sesungguhnya, hati mengurung kata-kata itu. Namun, bagaimana ketika waktu telah lelah menunggu…lalu ia jadikan hati ini abu yang bertebaran tanpa arah…tanpa navigasi hingga hinggap ke sembarang tempat…salah satunya ke dalam tangan pemakan jiwa…
Karena aku menunggumu untuk berkata bahwa kamu menungguku ...