Wednesday 4 April 2018

(In Memoriam) Miki Moppy : Sepotong Cerita

in memoriam of Miki Moppy
Maret mungkin jadi bulan yang paling kuingat di tahun ini. Ia adalah waktu ketika Miki – anak kaki empat yang kuadopsi – pertama kali datang ke rumahku, juga pulang ke rumah Tuhan, di bulan yang sama. Hanya tiga minggu waktu yang diberi Tuhan untukku belajar memahami sederhananya mencintai Miki dan dicintai balik. Saat kehilangan ia dalam suatu kecelakaan pada petang, yang mengisiku kemudian hanya sesak dada dan isak tangis tak kunjung berjeda. 

Lalu diikuti percakapan-percakapan seolah Miki masih ada, kemudian diiringi penyesuaian untuk kebiasaan-kebiasaan yang mendadak lenyap. Lenggang ada di mana-mana, dan rasanya jadi ganjil yang menyiksa. 

Ingatan akan Miki yang menyambutku pulang dari festival jajanan, yang berbau napas pagi tapi masih dengan percaya dirinya menggonggong meminta sarapan, yang menunggui janjiku memberinya makan pisang sehari dua kali, dan lain-lain, justru menyeretku pada kerinduan yang bergerigi tajam – setiap merindu, sesering itu juga aku harus siap terluka. 
Aku memang punya kebiasaan membayangkan beragam versi kepergian untuk apapun yang kucintai, dan kehilangan Miki dalam sebuah kecelakaan yang begitu cepat dan tiba-tiba tak pernah ada di kepala. Kupikir ia akan pulang dalam beberapa tahun ke depan ketika ia menua di pangkuan, namun skenario semesta (selalu) punya garis cerita lain untuknya dan kematian sudah memilih tempat. Kepergian pada sesuatu yang kau cintai dan sayangi tak pernah mudah dihadapi, terlebih lagi kenangan akannya begitu dekat kau sentuh. 

Aku sempat tidak tahu bagaimana cara berdiri tegak mengatakan pada kenang yang menolak menjadi sepia itu kalau aku sudah cukup penuh menerima semuanya – hingga babak belur membiru, meluka memerah darah.

Sampai kuputuskan untuk pelan-pelan merapikan potongan dan fragmen memori yang berantakan oleh air mata dengan menuliskannya. Sehingga kesedihan yang menumpuk di kepala menemukan tempat lain selain dalam diriku, untuk bermuara. Maka, selama tiga hari pertama kepergian Miki, aku kerap menuliskan ini semua – bagian-bagian dari kesedihan dan kedukaanku, untuk kemudian kubagi bersama pada siapa pun yang ingin memeluk kehilangannya bersamaku, juga sebagai caraku mengendapkannya dan memeliharanya abadi dalam ingatan.

Selamat mendekap memori akan momen-momen singkat Miki beserta menemaniku kehilangannya. Terima kasih!