Sunday 23 May 2021

Bagian-bagian yang Kutakuti dari Kehilangan

Setengah tahun berlalu sejak kamu pergi tanpa isyarat. Aku sudah memutuskan untuk tidak menangis setiap hari. Namun, bukan berarti kesedihan selesai dituntaskan. Aku masih sering mampir ke kamarmu yang berlampu redup sekadar duduk di pinggir ranjang dan membayangkan kamu masih tidur di sana sembari menonton video musik favoritmu. Atau, setiap petang aku akan pergi ke halaman belakang tempat kamu mandi sore saat saluran air toilet mampat untuk mencari-cari aroma tubuhmu.  

Sumber: We Heart It

Kupikir bagian inilah yang paling kubenci dari kehilangan: hal-hal yang tadinya berupa rutinitas membosankan menjadi kepingan terpenting yang tiba-tiba ingin kamu ulang tapi sudah sia-sia.

Setengah tahun terlewati sejak kamu pergi tanpa aba-aba. Aku sudah memutuskan untuk tidak menangis setiap orang lain bertanya tentangmu. Namun, aku menolak diri disebut kuat. Aku lebih suka dibilang sedang bertahan. Sebab sampai hari ini, aku hanya pembelajar yang masih sering gagal untuk membiasakan diri hidup tanpa sahutan-sahutanmu. Lebih tepatnya, aku masih mencari tahu cara mencapai ikhlas dalam formula yang benar-benar utuh.

Kupikir bagian inilah yang paling kutakuti dari kehilangan: aku terjebak sendirian di labirin yang penuh pengandaian-pengandaian tanpa jeda. Sementara dunia memaksaku menerima jika yang tersisa darimu hanyalah sepotong nama di KTP yang tidak lagi aktif atau tagihan token listrik yang masih belum berganti nama.

Setengah tahun terlalui sejak kamu pergi begitu saja. Aku masih gagal mengetahui cara untuk tidak menangis setiap mengeja namamu, melihat fotomu, menonton film bioskop, menaiki motor, melangkah di parkiran mal, mengelilingi kota, dan lain-lainnya yang kalau kusebutkan orang-orang akan tahu ternyata kedukaan begitu cerdas menyembunyikan diri di dalam aku yang hancur lebur.

Kupikir bagian inilah yang paling kuhindari dari kehilangan: melakukan segala hal seperti biasanya dan berkali-kali menemukan bahwa kamu memang sudah tidak lagi di sini. Setiap hari aku tidak berhenti diingatkan semesta jika kamu tidak akan pulang – tidak ada klakson tidak sabarmu agar aku membuka pagar, bau asap tembakaumu yang menganggu, gerutu-gerutuanmu terhadap negara, dan lain-lainnya yang kalau kukatakan satu persatu semakin menegaskan ketidakberdayaanku menghadapi kepergianmu.

Papa, kamu sudah tiada dan aku sibuk mencari cara melindungi diri dari ketidakwarasan.

Tangerang, 11.20 pm satu hari menuju ulang tahun papa

0 Comments:

Post a Comment