
Inilah
aku, terpaku di balik jendela yang menempeli nama kita, aku tidak berada satu
mobil denganmu, aku gelisah, aku menghabiskan semua yang tersisa untukmu. Lalu,
aku hanya bisa tertunduk dan berkata, aku tahu, cinta selalu punya cara. Ia
selalu pulang bagi siapapun yang mengenalinya dan memilikinya.
Waktu
pun merangkak naik, lalu, kutemukan namaku sudah terganti bersamaan dengan
mobilmu. Aku hanya tersenyum, begitu tipis, karena aku takut, siapapun itu di
sampingku, di belakang atau di seberang sana melihatku tersenyum begitu manis
dan lebar hanya saat manik mata ini tertuju pada namamu.
Ini
ironi, kamu tahu? Tempat duduk kita bagai cakrawala langit yang terbentang luas
dan jauh. Aku hanya bisa melihatmu dari jauh, ah, bukan, aku mencintaimu…selalu
dari jauh. Diam-diam, aku meraih ponselku dari dalam tas, mengeluarkannya dan
membuka note kecil di sana, menulis, cukup
tahu aku satu tempat denganmu, walau itu jauh, cukup tahu kamu ada, aku tak
lagi memperhatikan jarak yang tak pernah bisa kulipat ini.
Katakan
padaku, mengapa kamu tak menengok sedikit saja ke belakang, melihat manik mata
ini yang sedari tadi tak bisa kumalingkan darimu? Ini benar-benar menyiksa.
0 Comments:
Post a Comment