Kamu
tahu, aku tak pernah ingin kamu menyebut kata cinta, menyeka air mataku atau
memberi bahumu untukku. Aku hanya ingin kamu berdiri tak jauh dariku, tak perlu
di sampingku. Cukup di sana, benar, di tempat dimana kamu bisa melihatku dengan
mudah, bukan dekat, karena aku ingin pastikan, walau dalam jauh pun, dalam
keramaian, kamu bisa menemukanku.
Ini
satu ruangan, yang dipenuhi riuh, yang didesaki sahutan dan di sinilah, bahkan
bukan dalam keadaan tenang yang diselimuti kesunyian yang begitu melankolis,
aku mengamatimu lebih mendalam, tentang ekspresimu, tentang bagaimana aku
melihat percikan darah seni gerakmu dengan mataku sendiri. Ketika itu, aku
tahu, jarak tak hanya menciptakan bentangan jauh, dunia pun seolah ikut dengannya.
Mari biarkan aku melukismu dengan dunia seni gerakmu. Gerakan kakimu yang maju
dan mundur, perpindahan kaki dan olah gerak tangan serta kaki yang begitu
terarah, kamu memiliki bahasa gerak tubuh yang begitu baik. Aku tahu, bakat seni
gerakmu tengah mengaliri darahmu, sama saat aku berada di balik komputer dan
membiarkan jari-jariku menari, seharusnya aku bahagia, karena aku tahu, kamu
sedang mempertunjukkan apa yang kamu miliki, tapi tetap saja aku tak bisa
tersenyum, karena itu semua bukan untukku.
Aku
ingin sekali bertanya padamu, pernahkan kamu menciptakan seni gerakmu karena
emosimu padaku? Sedangkan aku di sini, mengeluarkan segalanya mengenaimu dalam
tumpahan kalimat. Menyembunyikanmu di sudut kata-kata. Menyamarkanmu dengan
tinta.
Malam
itu, aku tak pernah berhenti melihatmu dari sudut mataku, sampai saat suara
permainan dimulai, saat dimana seharusnya kita semua memulai mencari kunci
sesuati aturan main, tapi, pada awal-awal, aku tak bergerak, aku justru melirik
padamu terlebih dahulu, melihat ekspresi antusiasmu. Aku runtuh. Kamu lewat di
depanku, tanpa ada mata yang singgah padaku.
Dengar
aku, di tengah malam itu, aku sudah benar-benar yakin, aku mencintaimu. Bahkan
saat sentuhan tangan itu. Untuk pertama kalinya, aku menggenggam tanganmu. Tapi,
ada yang melintas di benakku, membuatku kembali terkoyak,
Apakah
mencintaimu harus sesakit ini?
0 Comments:
Post a Comment