Monday 5 January 2015

Perempuan yang Memuja Malam


Aku pernah mengenal seorang perempuan, yang nyaris tiap menjelang dini hari, ia pasti berdiri di depan cermin sembari menyisir rambutnya yang memanjang sebahu. Suatu waktu, ketika ia bermalam di ruang kamarku yang sesak oleh bau apak buku, akhirnya aku punya kesempatan untuk aku bertanya padanya mengapa.
“Aku akan berkencan dengan malam. Sudah dulu ya, aku sudah hampir terlambat.”

Dengan gincu merah yang memoles bibir ranumnya, perempuan itu pun melenggang pergi. Tidak membawa apa-apa di tubuhnya, kecuali gaun malam berwarna hitam pekat yang pas di tubuh mungilnya. Aku tertegun, saat itu, lima menit lagi sebelum tengah malam – sebelum pukul nol-nol yang mengundang pasi.
Bagaimana kau harus melukiskan malam? Kicau radio dengan volume rendah, secangkir kafein, dering serangga dan purnama? Rasanya, seluruh ornamen yang dimiliki malam begitu perempuan itu hafal. Aku pernah mengobrol dengannya – ketika kuputuskan untuk menunggunya pulang, dan itu terasa aneh. Radio yang selalu kubiarkan menyala ketika jarum jam menyentuh tubuh malam, memutarkan lagu pengantar tidur yang justru membuatku terus terjaga.
Lalu, ia pulang. Dengan kantung mata menebal, gaun malam acak-acakan dan riasan wajah yang rusak. Perempuan itu segera mengangkat sebelah tangannya, seakan berbicara jika ia tak menerima satu pertanyaan pun. Baru ketika ia masuk ke ruang tengah dan memeluk sendiri tubuhnya, ia mulai berbicara.
“Aku diperkosa malam.”
Aku gemetar. Menangis. Apakah benar yang mereka bilang, ia lagi-lagi ke tempat itu? Ke pemakaman di ujung kompleks perumahan ini. Melangkah pada salah satu gundukan tanah basah, tempat hening dan sunyi menunggu. Tempat ia mengawetkan kekasihnya yang sudah mati sejak minggu lalu. Di tubuh malam, yang katanya ia cintai, ada sukma yang menangis karena dipasung air mata yang tidak kunjung berhenti.

*cerita ini, mungkin akan kutulis dalam bentuk cerita pendek, tentang perempuan yang melukis malam dengan tiga hal; gincu merah, duka-duka dan lampu yang berkedip-kedip di ruang makan. Ya, ini mungkin absurd.
This entry was posted in

0 Comments:

Post a Comment