Monday 15 April 2019

Ayo Streetfeeding: Cara Sederhana Berbagi pada Satwa Jalanan

“Verily, there is a heavenly reward for every act of kindness done towards a living animal.” – Nabi Muhammad SAW
Petang itu, aku menunggu bus di halte Slipi seperti biasa. Laju kendaraan yang tersendat-sendat jadi pemandangan sehari-hari, ditemani gerutuan orang-orang yang berkali-kali mengecek waktu lewat jam tangan. Semuanya tampak tidak sabar.

Tak ada yang lebih penting selain menit demi menit menuju kedatangan bus selanjutnya, sampai akhirnya aku mendengar lirih suara berisik dari balik tong sampah.  Ketika mencoba menengoknya, aku menemukan seekor anak kucing dengan bulu yang berdiri kaku – tampak kering sehabis tercebur air – dengan pandangan takut, tengah berusaha mencari sisa makanan. Sayangnya makanan yang diharapkan tidak ada, tapi ia tak kunjung menyerah. Anak kucing ringkih itu melompat ke mulut tong, ia melirik ke dalam untuk mengecek apakah ada sesuatu yang bisa mengisi perut kosongnya. Namun, kucing itu justru terpeleset dan badannya jatuh ke dalam tong berisi sampah.
Ketemu anak kucing depan rumah, akhirnya diajak ke teras dan makan ikan kembung sachet-an
Sedikit panik, aku hendak menolong. Untungnya, si anak kucing berhasil menjatuhkan tong sampah sehingga ia bisa keluar dengan selamat. Kejadian selanjutnya begitu mengiris hati: si anak kucing mengeong keras, tanda kecewa tak menemukan apapun. Sekali lagi aku menatap mata polosnya yang seakan bicara: ia hanya mau makan. Sesuap makan untuk menyambung hidupnya hari itu.

Bus yang kutunggu sudah datang. Orang-orang di belakangku berebut masuk. Aku memilih mundur dengan pandangan nanar, keluar dari halte dan mencari warung nasi. Sepotong paha ayam utuh akhirnya kubelikan untuknya. Anak kucing itu memakannya dengan lahap. Bus-bus dengan beragam rute berhenti bergantian, tapi tidak ada satu pun yang kumasuki.

Aku masih di sana, menanti si anak kucing selesai makan. Setelah memastikan makanannya habis dan ia tak lagi kelaparan, aku baru bisa pulang ke rumah dengan lega. 
Pada momen itulah aku menyadari jika manusia bukan satu-satunya makhluk hidup yang berusaha untuk bertahan hidup setiap harinya.
Semenjak itu, pandanganku pada anjing dan kucing jalanan jadi berubah. Mereka bukan hewan domestik yang kebetulan tidak punya rumah dan hidup terlantar di jalan, tetapi keadaan sulit mereka akibat dari ketidakpedulian kita sebagai manusia. Aku merasa terusik, dan merasa perlu berbuat sesuatu.

Aku mulai mengikuti akun-akun penyelamatan satwa domestik untuk mengetahui bagaimana cara aku bisa berkontribusi. Dan, tahu jika persoalan ini kompleks. Kian bertambahnya populasi kucing dan anjing liar dikarenakan edukasi mengenai sterilisasi masihlah tabu. Banyaknya kasus penganiayaan terhadap satwa domestik bukan hanya disebabkan kurangnya empati dan simpati manusia sejak dini, tetapi juga lemahnya hukum undang-undang mengenai satwa di Indonesia.

Hampir putus asa? Rasanya, iya. Tapi bukan berarti jadi alasan menyerah. Karena kepedulian dimulai dari diri sendiri, sebab tindakan baik digerakkan dari kuatnya keinginan hati. Aku belajar mengulurkan tangan untuk satwa domestik terlantar (anjing dan kucing jalanan) dengan satu gerakan sederhana: berbagi.
Namanya “Ayo Streetfeeding”. Kita diajak memberi makan kucing dan anjing jalanan kelaparan yang kita temui. Aku mulai rutin mengikuti ajakan ini, hingga tiap pergi ke minimarket, rak yang akan kudatangi pertama kali adalah yang memajang makanan kucing dan anjing. Hingga aku pun punya petshop favorit yang sering kukunjungi. Hampir tiap bulan aku menyisihkan sebagian penghasilan untuk membeli stok makanan kucing dan anjing (lebih sering makanan kucing), dalam beragam merk. Biasanya aku memilih makanan basah kalengan yang akan kucampur dengan nasi, serta makanan kering kiloan sebagai snack-nya.
saat streetfeeding depan rumah

Ke mana saja aku membagikannya? Lingkungan paling dekat: sekitar kompleks rumahku sendiri. Awalnya sulit karena kucing dan anjing jalanan masih asing denganku. Namun, karena rutin dan gigih – perlahan aku berhasil mendapat kepercayaan mereka. Bahkan, mereka tak jarang menunggui depan pagar rumah hingga aku pulang kerja, selarut apa pun itu. Ketika melihat aku turun dari motor, kucing-kucing jalanan sekitar kompleks yang berada di seberang rumah atau tengah mengorek tempat sampah tetangga, berbondong-bondong lari menghampiri. Rasanya jadi punya gerombolan peliharaan tersendiri.

Kalau sedang tidak bawa makanan kucing atau anjing, biasanya aku menyisihkan sisa makanan yang masih layak mereka makan. Sesekali sehabis diberi makan, terutama anak kucing, sering kali menempelkan pipi mungilnya ke kakiku lalu menggesek-gesekkan kepalanya di sana. Seakan ingin berbisik, “Terima kasih.”

Seperti ada yang mengetuk dan menyentuh hatiku lembut sekali, aku menangis. Kupikir apa yang kulakukan hanyalah tindakan kecil, tapi tanpa disadari, itu berarti banyak dan luar biasa buat mereka. Mungkin, sepanjang hari mereka sudah mengemis makan di mana saja, mengais sisa makanan di tong sampah, dan tidak satu pun yang mereka dapatkan. Lalu ketika ada manusia yang sengaja berbagi makanan buat mereka, rasanya bagai kelegaan besar buat mereka, yang tak kita pahami.

Sejak itu, makna berbagi menjadi lebih luas di mataku. Ia tak melulu tentang manusia, tapi makhluk hidup. Dan, makhluk hidup berarti juga hewan. Aku memilih berbagi dengan caraku melalui streetfeeding.

banyak anak kucing yang sembunyi di balik tong sampah buat cari makan,
 jadi beraniin diri deketin sampah buat ajak mereka makan nasi ikan yang lebih layak

Banyak yang bilang, apakah aku tidak takut? Mereka adalah hewan-hewan gembel. Buatku tidak, mereka adalah makhluk hidup juga, ciptaan Tuhan, memberi kasih pada mereka adalah kewajiban yang sesekali dilupakan. Apakah aku tidak rugi? Jumlah mereka semakin lama semakin banyak, secara tidak langsung biaya makan untuk mereka juga bertambah. Buatku, tidak. 

Jika memang sedang tidak punya cukup uang, kita bisa memilih merk makanan kucing dan anjing yang lebih murah atau yang berjenis repack. Atau, kita hanya perlu menyisakan makanan sendiri – sedikit saja tidak membuat kita kelaparan seharian. Intinya adalah, mulai saja dulu, #JanganTakutBerbagi
Karena sudah satu setengah tahun sejak pertama kali aku melakukan streetfeeding, aku selalu merasa lebih bahagia tiap kali melihat kucing dan anjing jalanan bisa makan. Berbagi makan pada mereka seperti cara istimewa bagiku untuk menghilangkan stress. Bahwa berbagi tidak hanya selagi kita mampu, tetapi juga selama kita berniat mengusahakannya. Selalu ada cara dan jalan. Kita menemukan kekayaan tersendiri di tengah kekurangan kita ketika mulai berbagi. Aku semakin yakin kalau #SayaBerbagiSayaBahagia.
Ayo berbagi bersama dan buat hari jadi lebih berarti! Ini ceritaku, apa ceritamu?



This entry was posted in

Monday 11 February 2019

Review Lengkap Novel #LESAP

Novel Lesap adalah novel soloku yang keempat. Berangkat dengan genre young adult, novel ini terbit di Falcon Publishing pada November 2018 lalu. Bagian paling menyenangkan setelah perilisan tentunya menerima kiriman foto dan ulasan dari teman-teman pembaca, serta bookstagrammer. Berikut ini aku merangkum kiriman dari teman-teman. Potretnya apik dan ulasannya menyeluruh. Suka!

1.      Review Splendid Words
foto: @splendidwords
“Bicara tentang masalah, kadang ia hadir bukan untuk diselesaikan secepatnya, tapi diterima jadi bagian hidup agar hidup lebih berwarna.” ―Lesap, Veronica Gabriella

Akhirnya selesai baca Lesap! Wah, gila, rasanya udah lama banget saya ga baca novel yang berhasil buat saya senyam-senyum gemes sendiri.  Lesap bercerita tentang kehilangan Khanza dan Mikel terhadap orang-orang yang mereka sayangi. Lesap sendiri, dalam KBBI 5 (iya, saya sampai ngecek sendiri saking keponya), memiliki arti "hilang; lenyap; lucut". Jadi, judulnya emang sesuai banget sama isinya.

Hal pertama yang saya suka dari Lesap ga lain dan ga bukan adalah KOVERNYA! Yup, saya sampe pake kapital saking gregetannya. Abisnya, kover Lesap benar-benar estetik dan bagus dan... ARGH, AUTO-BUY LAH POKOKNYA! ILUSTRASINYA ITU LHOOO KECE BANGET!  Saya yakin novel ini juga bisa jadi cover-buy kalian.


foto: @splendidwords

Lalu, ceritanya ternyata ga kalah kece dong! Saya bilang gini bukan karena saya kenal penulisnya, tapi karena ceritanya murni kece beneran! Saya suka permainan diksi Vero yang cukup puitis, membuat saya kepengin baca halaman selanjutnya lagi dan lagi. Udah gitu, Lesap ini juga agak kelam karena menyinggung isu self-harm. Aura kovernya emang rada menipu, ya.

OH, SAYA JUGA SUKA TOKOH UTAMANYA―Khanza dan Mikel. Waktu baru baca, saya suka banget sama karakter Khanza dan Mikel yang konsisten. Khanza konsisten sulit memercayai orang baru, Mikel konsisten ingin menjadi teman Khanza. Jadi kerasa banget gigihnya perjuangan Mikel dan enggannya Khanza percaya sama orang baru. Saya sering senyum-senyum kalo mereka lagi berdua. DAN PLOT TWISTNYA SEDIKIT DI LUAR EKSPEKTASI YA.

Namun, saya masih agak sering nemu saltik. Ga begitu ganggu sih untungnya, hehe. Selain itu, saya berharap endingnya bisa lebih dari 'itu' karena masih ada pertanyaan dalam benak saya yang ga kejawab. Bukan berarti endingnya jelek lho ya, soalnya saya suka juga kok. Namun secara keseluruhan, saya tetap puas baca Lesap.

Kalo kalian penyuka novel romansa yang bikin emosi kalian nano-nano, novel ini saya rekomendasikan buat kalian!


RATING: 4,3/5 !

2.      Review Rizky Mirgawati
"Siapa pun bisa punya masa lalu begitu buruk hingga ia sendiri tidak berani menengok kembali. Namun, selalu ada satu orang yang menerima dirimu dengan baik, menggenggam tanganmu untuk mengajakmu berdamai dan mengatakan kamu tak perlu khawatir. Saat itu terwujud, kamu menyadari bahwa Tuhan sedang mengirim seseorang untuk menemanimu dalam selamanya hidup: dia."

Lesap merupakan novel ketiga Kak Vero yang kubaca. Sebelumnya aku pernah membaca novel hasil kolaborasinya bersama penulis lainnya Time in a Bootle dan Lisa's Diary, namun Lesap ini berbeda.
Awalnya aku pikir kisah Lesap ini ringan dan sederhana tentang seseorang yang pernah kehilangan dan kemudian bertemu dengan seseorang yang membantunya berdamai dengan masa lalu. Nyatanya, kisah ini tak sesederhana yang kubayangkan.

Kalau hanya melihat covernya, novel ini terkesan manis, nyatanya novel ini akan membawamu ke perasaan yang campur aduk, membahagiakan sekaligus mengharukan disaat bersamaan.Karakter Khanza dan Mikel yang berbeda, membuat mereka saling melengkapi. Chemistrynya dapat banget. Aku benar-benar gak menyangka hubungan mereka begitu rumit sekali, plot twistnya cukup mengejutkan.
Isu yang diangkat juga tidak hanya tentang kehilangan, namun bagaimana pengaruh kehilangan itu terhadap seseorang itu bisa berbeda. Seperti Khanza yang memilih jalan berbeda.
foto: @rizkymirgawati
 Aku benar-benar tak bisa berhenti membaca, saking aku menikmatinya. Endingnya juga terasa realistis, walau aku yakin bisa lebih diperpanjang lagi. Membaca kisah Khanza dan Mikel, sebagai pembaca aku belajar untuk memahami bahwa kehilangan bagi setiap orang itu memiliki porsi yang berbeda-beda dan akan menimbulkan reaksi yang berbeda juga.
Ah, aku SUKA novel ini.

3.      Review Reindom Things
Impresi pertama ketika lihat novel ini adalah kover-nya cantik banget. Lalu, berkat beberapa review yang berseliweran di bookstagram aku pun memutuskan memiliki novel ini. Enggak hanya kover-nya saja yang keren, tapi ide ceritanya juga. Aku suka tema ceritanya.

Temanya tentang dua orang yang kehilangan orang kesayangan dan mencoba bangkit dari masa lalu itu. Novel ini juga melibatkan aksi kriminal perihal pembunuhan. Hal pertama yang terpikirkan setelah selesai baca novel ini adalah...

Kover dan tema ceritanya bagus, tapi eksekusinya kurang. Novel ini tipis; 240 halaman. Tipisnya novel ini bisa menjadi kelebihan sekaligus kekurangan terhadap jalan ceritanya.


Kelebihannya:·         Novel ini fast-paced. Dengan tulisannya yang mengalir dan santai, novel ini bisa menjadi pilihan jika butuh bacaan cepat.·         Bahasanya enggak bertele-tele. Aku suka bagaimana penuturan penulis dalam menggambarkan suasana yang ada. Benar-benar mengalir!·         Romansanya manis dan enggak begitu drama. Kalau ada drama-drama dikit, yaudahlah ya. Namanya juga jatuh cinta.
foto: @reindomthings

Kekurangannya:
·         Karena fast-paced dan tipis, alur ceritanya dipercepat. Untuk novel yang temanya seperti ini, aku rasa 240 halaman kurang sih. Mungkin masalah antara Mikel dan Khanza selesai, tapi bagaimana dengan tokoh-tokoh sampingan yang andil? Jadi, terkesan konfliknya selesai dgn sedikit dipaksakan.
·         Padahal aku suka konfliknya, bikin deg-deg-an dan cukup mengejutkan. Sayangnya, kurang dieksekusi jadi agak kecewa sih karena selesainya begitu aja.
foto: @reindomthings
·         Perkembangan karakternya terkesan buru-buru. Enggak cuma perkembangan perasaan Mikel dan Khanza, tapi juga sifat para tokoh itu sendiri. Secara superfisial, aku bisa tahu bahwa Khanza itu 'kelam' dan Mikel pengertian. Tapi hanya sebatas itu. Selebihnya, aku kurang dapat sifat khas mereka.

Sekiranya itu saja yang bisa kusampaikan perihal novel ini. Meskipun memiliki kekurangan, aku tetap menikmati kisah Mikel dan Khanza ini. .

Ratingnya: 3/5

4.      Review Kailemra
"Lo tahu, Za? Hal-hal besar memang membuat kita mengingat sesuatu, tapi hanya bagian-bagian kecil dan sederhana yang bisa menjadikan seseorang merindukan sesuatu. Dan, itu yang terjadi pada gue sekarang." - Lesap, Veronica Gabriella

Setelah sekian lama gak baca novel remaja yang memang remaja banget, novel ini bikin aku kangen berat sama masa-masa smp, masa aku lagi gila-gilanya sama teenlit dan metropop. Novel ini sendiri berkisah tentang Khanza, yang karena kehilangan kedua orang tuanya, harus merantau ke Jakarta untuk tinggal bersama bibinya. Hal itu pun membawanya pada pertemuan dengan Mikel, seorang penyiar radio SKY FM yang sukses dengan acara curhat tengah malamnya.


Penggambaran karakter-karakter di buku ini menurutku sudah cukup kuat. Pembaca bisa benar-benar terbawa dengan emosi dan perasaan Khanza yang bisa dibilang cukup ekstrim (ada kasus self harm dan depresi yang diangkat di novel ini). Sedangkan pembawaan Mikel cenderung lebih santai dan terkesan fun. sebagai penyiar radio, porsi kebawelan Mikel menurutku sudah pas banget.
foto: @kailemra
Konflik yang ada di buku ini pun dapet banget: adegan manis, sedih, dan reka peristiwa masa lalu memegang peran penting dengan porsi yang seimbang. Twist yang terjadi di tengah cerita juga tidak terasa dilebihkan (tapi serius, ngagetin banget). Aku juga suka cara penulis merangkai kalimat, mengalir banget. Hanya saja, coba kalau endingnya sedikit "dilebihkan", pasti akan jadi lebih bagus lagi. dan jujur deh, covernya cakep banget gak sih? Suka!

Buat kalian yang suka cerita romance, buku ini boleh banget dicoba! Tambahan lagi, ada banyak banget quote yang super ngena, salah satunya kayak yang sudah aku kutip di atas. Hayo, siapa yang tertarik? 

5.      Review Emma Susanti
"Buat jadi bahagia dan enggak punya masalah bukan harus jadi anak-anak, melainkan melihat dunia lewat kacamata mereka. Gue percaya setiap orang punya anak kecil dalam diri mereka, yang ngebantu mereka buat melihat segala hal lebih sederhana dan punya jalan keluar."--hal 88, Lesap

Seperti masa lalu, luka membutuhkan waktu. Gak sampe nangis, tapi cukup berkaca-kaca baca ini. 

foto: @emma_susanti
Sakit yang dirasa Khanza bener-bener kerasa sampe bikin dada sesek. Tema cerita yang diangkat gak langka, sih. Cukup umum kalo bisa dibilang. Tapi penyampaiannya itu yang bikin gimanaa gitu. Gak nyesel beli deh!

6.      Review Yessie L Rismar
Saya suka banget sama cover Lesap ini. Paduan warna dan ilustrasinya benar-benar cantik! Setuju, nggak?

Bulan ini berarti sudah dua kali saya membaca novel bertema radio. Agak-agak mirip juga karena si penyiar membawakan acara curhat. Bedanya, di novel ini penyiarnya cowok.


Gaya bahasa Kak Vero yang mengalir bikin saya betah bacanya. Ditambah lagi bab yang disajikan pendek-pendek, jadi nggak terasa, tahu-tahu selesai. Saya suka konfliknya yang sekilas seperti sederhana, tapi ternyata rumit. Plotnya pun rapi.
foto: @yessielrismar

Ketika Mikel berusaha mendekati Khanza adalah momen yang jadi favorit saya di sini. Duh, betapa sabarnya cowok itu. Tapi, menurut saya endingnya kecepetan sih. Mungkin bisa ditambah beberapa bab lagi. Saya juga agak terganggu dengan flashback yang menggunakan format italic. Kalau ini teknis banget sih, ya. Hehe.


Kalau kamu, sudah punya LESAP? Yuk foto dan ulas novel LESAP, jangan lupa tandai aku untuk kemudian kurangkum dan kuunggah di blog ini. Kamu juga bisa beri bintang dan ulasan di Goodreads Terima kasih!

This entry was posted in