Sejak kamu pergi, aku menyimpan daftar pertanyaan yang dulunya tak pernah benar-benar kupikirkan. Jika saja kamu sempat menjawabnya atau aku tahu lebih dulu, mungkin akhir ceritanya akan sama sekali berbeda. Sayangnya, semesta hanya bisa beri pertanda dan aku tak pernah sepeka itu menangkapnya.
Mungkinkah kamu tahu jika Sabtu malam itu, kita tak akan lagi bertemu? Tapi, kamu masih menyiapkan ikan-ikan peliharaanmu untuk dipamerkan hari Minggu. Kamu masih sempat bertanya apakah aku mengambil cuti akhir tahun. Semua berjalan seperti biasa seakan kita punya hari esok.
Bagaimana perasaanmu ketika tahu kepergianmu hari itu adalah selamanya? Kamu sering mengajakku berandai jika kamu tiada dalam canda. Tanpa tahu semua itu ternyata begitu dekat adanya.
Sudah selama ini, apa kamu masih ingat aku? Kita tak akan lagi bertemu untuk sekian waktu tersisa yang kupunya. Tiada lagi akhir pekan menonton film maraton, berburu voucher makan, dan melakukan hal-hal bodoh.
Sumber foto: Judith |
Orang-orang bilang padaku untuk berhenti bertanya. Aku didesak untuk menjawab kepergianmu dengan keikhlasan dan keberanian melepas. Mereka bilang kamu sudah bahagia di taman surga, bebas di nirwana, tenang di rumah Tuhan. Tapi jauh di kedalamanku hanya satu yang kupahami: kamu sudah tiada dan aku kehilanganmu.
Katanya, waktu akan menyembuhkan. Aku yang dulu menangis, pasti akan berhenti. Namun tak ada yang tahu kalau kesedihan bisa mengeras dan membatu di dalam dadaku. Aku bukan baik-baik saja seiring waktu, melainkan belajar bertahan hidup dengan segala keganjilan baru tanpamu.
Sebab, kepergianmu; melukaiku, sungguh-sungguh.
Menuju dua tahun tanpa papa
Tangerang, 31 Maret 2022, 15.09 pm
0 Comments:
Post a Comment