Saturday 10 September 2011

Kisah Tentang Kamu (2)


Kini, kamu sedikit lebih segar. Air mukamu sedikit lebih cerah. Kamu merasa bahwa kata-kata sudah menarik sebagian dari beban yang ada dalam otakmu. Kamu kembali menulis. Menulis lebih banyak. Kamu ingin lebih banyak yang dikeluarkan. Lalu, tiba-tiba kulihat kamu kadang kala terdiam lalu menulis lagi. Saat itu, aku bertanya, apa yang kamu pikirkan ketika diam itu. Lalu aku tahu dari matamu, matamu berbicara banyak. Kamu memikirkan. Kamu kembali teringat bagaimana kamu begitu rapuh dengan beban itu. Kamu menjalani setiap waktu dengan terpaksa. Seperti robot. Semuanya terjadwal. Hanya menunggu seseorang memencet tombol Off untuk mematikanmu. Malam hari. Lalu, On pada pagi hari. Hanya saja, kata-kata telah memberimu kekuatan dan keyakinan bahwa itu semua hanyalah berupa warna. Saat itu, kamu duduk di bangku ruang tamu. Sendirian. Bola matamu menelusuri setiap huruf berderet tanpa gambar di koran. Tapi, aku tahu, otakmu tidak. Lalu, kamu terlihat begitu gelisah. Aku melihatmu seperti sedang menunggu. Ketidakpastian. Ibumu mengira dirimu sakit, menyuruhmu meminum obat. Kamu bingung. Apakah dirimu sedang sakit atau tidak. Tapi, kamu yakin, fisikmu tidak sakit. Lantunan lagu yang kamu putar di lewat telepon genggammu itu sepenuhnya list lagu mellow terus bernyanyi. Kamu semakin terpuruk. Kamu berniat dan hampir saja memutuskan untuk mengurung diri di kamar. Tidur tanpa tidur. Tapi, pikiranmu memaksamu untuk tidak melakukan itu. Matamu berbisik pada telingamu. Bahwa ia akan menangis dan menangis untuk hal yang tidak dibanggakan. Kamu akan kecewa dan semakin membenci dirimu sendiri. Akhirnya, kamu tetap masuk ke dalam kamar, tapi tidak untuk menyendiri. Kini, hanya duduk bisu diam di depan komputer. Dan disanalah ceritamu dimulai mengapa kamu bisa sesegar ini, teman. Dan kamu tidak pernah tahu mengapa tiba-tiba kamu ingin duduk di depan komputer berdebu itu, tapi, aku tahu, itu karena jiwamu dimiliki oleh kata-kata. Karena kamu ialah penulis…hanya saja akhir-akhir ini, kamu lupa. Mengapa aku tahu semua tentangmu, teman? Itu karena aku adalah sebuah pena. Pena yang selalu kau bawa dan kau kaitkan di kerah atau kantong bajumu. Tanpa kau sadar, kau selalu membawaku. Dan aku selalu memperhatikanku. Maka itu, aku menulis kisahmu dengan tinta yang sebenarnya hampir kering ini…untung saja, kamu segera sadar sebelum aku benar-benar mongering. Terima kasih, Teman…

0 Comments:

Post a Comment