Kamu berdiri di
depanku, mataku yang berkaca-kaca tertangkap oleh matamu. Kamu menanyakan
mengapa aku akan menangis. “Karena aku tahu, kamu akan mengatakan selamat
tinggal.” jawabku dalam hati yang baru saja kamu kembalikan.
“I
don’t want to close my eyes, I don’t want to fall asleep, cause I miss you,
baby, and I don’t want to miss a thing…”
Ini masih
tentang kamu, tentang kamu semenjak terakhir kali kita bertemu lalu
mendendangkan lagu biru, lalu kamu berbalik, aku ingin sekali menyentuhmu dan
berkata tunggu…
Di senja lembab
ini aku terbangun dengan kekuatan yang masih tersisa seperti sisa-sisa bulir
air yang baru saja dimuntahkan Bumi. Aku menemukan kamu melintas di kepalaku. Aku
ingin sekali menangkapmu, tapi aku tahu, sekarang, kamu hanyalah semu. Aku
tersenyum sambil memandangi layar telepon genggam yang menertawaiku. Dulu,
kamulah yang membuatnya bergetar menyambut setiap waktu sibukku.
Kamulah yang
membuatku menatap lurus ke depan ketika aku terus menunduk melihat jalan di
bawah yang penuh dengan kekosongan. Kamulah yang membentukku menjadi seseorang
yang mengerti apa itu warna merah jambu lebih dalam. Kamu yang memperkenalkanku
apa itu kehadiran ketika aku merasakan tak seorang pun ada. Kamu…yang membuatku
memiliki tangkapan mata yang berbeda terhadap diriku sendiri. Dan, semenjak
segalanya itu bergulir, aku menyadari dua hal di ujung cerita bisu ini, yaitu
aku mencintaimu karena aku membutuhkanmu dan kamu adalah…segalanya di antara
apa yang orang sebut segala…
Lalu, di satu
hari yang dipersembahkan manusia sebagai hari cokelat, kamu menarik lenganku…dan
menghancurkan segalanya. Aku berpaling menepis cengkeramanmu dan berlari keluar
kelas dan tenggelam dalam lumpur air mata menyadari bahwa sekotak cokelat di
tasmu atau mungkin di hatimu bukanlah untukku…melainkan untuk perempuan yang
berdiri jauh dari kita yang bahkan sesungguhnya tidak melihat kamu. Akulah di
sini, melihatmu seperti dulu kamu melihatku…dan aku masih menunggu dalam lelah…