Sunday 15 July 2012

Still...(13)


This the way I want you to love me…
“Jangan cintai aku selamanya, karena bagaimana jika ‘selamanya’ ini berakhir detik ini? Maka, cintailah aku selama kamu yakin untuk itu, karena, yakin itu bukan berujung pada akhir, sebab ia bukan waktu.”
“Jangan mengingatku, tapi , rasakanlah aku. Karena, ingatan mungkin saja hilang, namun, rasa tidak, justru, ia menuntun ingatan untuk kembali mengingat.”
“Jangan mencintaiku seolah-olah kamu tak bisa hidup tanpaku, karena itu berarti, aku adalah malaikat mautmu. Tapi, cintailah aku sebagai tempatmu untuk kembali.”
“Aku tak memintamu untuk mengarungi samudra dan melewtai lautan luas, aku hanya memintamu mengerti kebisuanku.”
“Aku ingin jika kamu berkata kamu mencintaiku tanpa alasan, itu berarti karena kamu tak dapat melihat alasan itu, sebab cinta itu buta.”
“Aku ingin kamu bisa berbicara denganku lewat tatapan matamu, menciumku lewat senyumanmu dan menyentuhku lewat suara hatimu.”
“Cinta itu bukan kamu. Tapi, cinta itu adalah kamu dan aku.”
So, With what do you thinkin’ of me, by your heart or mind?
But, the ending is…we just pretending each other…

Still...(12)


I never think ‘bout you again, because, i always feel you now
Aku jadi teringat. Di suatu pagi aku terbangun dengan mata yang begitu berat, aku berjalan keluar kamar terhuyung menuju ruang tamu dan duduk. Mataku masih setengah terpejam ketika sebuah earphone tergeletak di meja begitu menggoda untuk mendengar lagu-lagu yang melewati kabel itu. Aku meraihnya dan memasangnya pada handphone yang setiap waktu berada digenggamanku. Lagu-lagu pun berputar. Terus berputar sampai kudengar lagumu menari-nari di telingaku. Dan segalanya bukan lagi gelap hasil pejaman mata. Aku tersentak. Pagi buta itu, aku dibutakan olehmu, lagi.
It was late in September, and I’ve seen you before. You were always the cold one, but I was never that sure. You were all bye yourself…
Inilah kamu. Kamu adalah kamu dalam lagu itu. Dimana segalanya bersamamu hanya berupa kenangan biru sejak September….Kita berdua berakhir dalam lukisan semu, lagu cinta kelabu dan kata-kata kaku.
Kebisuan bukan lagi meminta untuk saling megerti, melainkan meminta untuk saling menjauhi.
I’m just a girl who ask him to love her…
Selalu ada getaran dan sedikit rasa antusias yang membuncah ketika namamu tersebut, ketika namamu kubaca dan ketika kamu memanggilku dalam kekakuan ruang percakapan kecil di layar monitor. Di suatu malam dimana kekosongan yang mengisi jiwa karena adanya rindu yang tertinggal. Lalu, kamu datang, ya, sebah sapaan kecil yang menyalakan. Namun, lewat pertanyaan kecil setelahnya yang juga menyesaakkan, meredupkan, menggelapkan, menghancurkan.
You ever thought just maybe…you belong with me?
Ada yang sakit. Ketika kamu bertanya mengenai seseorang lain padahal ada seseorang di depanmu yang siap terluka untukmu. Aku rapuh. Lalu, aku retak. Ketika kamu bercerita dan kudapat, bahwa kamu memakai cara yang sama ketika kamu berkata kamu mencintaiku walau dalam bisikan angin yang hening yang terbungkus begitu erat dalam berkas cahaya rembulan di kala malam saat kita melihat langit senja gelap yang sama walau dengan jarak yang jauh dan jendela yang berbeda. Kusentuh pipiku, tak ada air mata yang jatuh untukmu. Kering. Mungkin, sudah habis bersama lagu-lagu itu. Mungkin, seharusnya cerita kita pun habis bersamanya. Karena, tak ada lagi sisa yang kutemukan. Mungkin, sudah lama, rasa itu kauhilangkan.

Monday 2 July 2012

Still...(11)

We found love in the hopeless place.
Aku telah berada terlalu jauh. Mungkin tepatnya terperangkap dalam sisa jerat yang dibuatmu dalam diriku dan jaring-jaring yang tak kusangka kubentuk yang seharusnya berguna untuk balik memenjarakan jeratmu, justru berputar seperti bumerang, mengenaiku, menghantamku, menghancurkanku, kembali padamu.
Kuputar sebuah lagu, lagu yang tak pernah kuperhatikan liriknya ketika penyanyi melantunkannya. Lalu, entah mengapa, di suatu siang, ketika aku membaca salah satu kalimat di akun sosialmu, aku merasa aku mengenali kalimat itu. Aku pun tersadar, itu sebuah lirik lagu yang kerap kali terlintas melewati gendang telingaku tapi tak pernah berhenti untuk terserap oleh otakku yang terlalu penuh dan sesak akan tebaran namamu.
Ini terlalu berlebihan. Maka itu, aku sadar, aku terlempar begitu jauh. Ini liburanku, liburan keduaku yang anehnya, bahkan sebuah kata berharga ‘liburan’ ditengah waktuku yang begitu sibuk terasa tidak cukup menutupi dan mendorong namamu dan ingatanku akanmu. Ingatanku tidak pernah berlibur untuk mengingatmu. Berkali-kali aku berjanji untuk melepas diriku darimu atau melepasmu dariku hanya berupa gertakan yang menyulitkan tapi tidak menghentikan.
Be the one that i can waiting for...
Kini segalanya hanyalah pertanyaan yang menggantung di udara. Layaknya pertanyaan yang menggantung menanti jawaban, aku pun menggantung di suatu keadaan yang tak bisa kulukiskan dengan goresan penaku; menantimu, menunggumu...ketidakmungkinan yang kau tawarkan dalam tatapan mataku mungkin cukup keras menghantamku, tapi, tak cukup mengubah rasa yang pernah kamu tawarkan padaku, walau kini itu berupa kepingan, namun, ada kalanya genggaman tangan ini terus menjaganya...